LEARNING EMPHATY
Bismillahirahmanirahim.
Post ini aku buat setelah dengerin ulang kajian dari Ust.
Hanan Attaki pagi ini. Tema kajiannya ‘EMPATI’. Gimana cara kita menanggapi perilaku
orang lain ke kita dan perilaku kita ke orang lain. Umumnya, kita selalu merasa
mau dingertiin sama orang. Kita mau orang lain empati sama keadan kita. Di
kajian ini dibilang, sebaiknya kita selalu husnudzan sama apa yang orang
lakukan ke kita, dan kita sebaiknya selalu empati sama apa yang orang lain
alami. Tapi, cara empati dengan orang lain juga harus hati-hati. Jangan sampai
niat kita ingin ber empati justru menjadi adu domba secara tidak langsung antara
orang lain.
Analogi yang diberikan tentang empati ketika beliau ceramah,
baru aku sadari aku melihat contohnya secara langsung.
Here is the story.
I know someone, let’s we call ‘Ka’.
Saat itu, Allah sedang menguji aku. Ka tau cerita versi aku.
Kadang, kalau lagi ngobrol, Ka bilang “aku tau kok”. Dan dengan heran aku tanya
dia tau darimana dan apa aja yang dia tau. Aku pikir wajar kalau aku mau tau sedetail
mungkin tentang apa yang Ka tau tentang masalah aku, dari sudut pandang di luar
diri aku. Tapi Ka bilang, “enggak, gitu doang kok” atau Ka akan bilang “sebaiknya
kamu selesein langsung. Bicara. Ketemu. Kalau perlu aku yang temenin, kamu
perlu denger langsung dari orangnya”.
Aku selalu berpikir, kenapa Ka gak bilang aja apa yang dia
tau soal masalah aku dari sudut pandang yang lain? Kan itu akan lebih mudah.
Hampir beberapa waktu dia selalu menunjukkan gelagat kalau dia tau sesuatu
mengenai masalah aku tapi dia gakmau kalau dia yang ngomong ke aku. Dia cuma dengan
tegas bilang, “aku mau jadi pendengar setia kamu aja. Kamu podcast. Aku
dengerin. Tapi, ya tetep, ketemu dan selesein baik-baik”.
Dan, hari ini, aku menemukan jawabannya.
Ka, dengan caranya menunjukkan ke aku bagaimana dia ber
empati. Dia tau sesuatu. Tapi, bukan hal yang bijak untuk menyampaikan ke aku.
Apalagi dia Cuma orang luar yang tau cerita. Bukan yang merasakan. Dia mencoba
melindungi aku dengan tidak menceritakan apapun yang mungkin akan membuat aku
terluka dan sakit hati. Ka hanya menceritakan yang perlu dikatakan, di waktu yang tepat. Dia melindungi aku dengan caranya.
Ka mengajarkan aku secara tidak langsung bahwa cukup jadi
pendengar dan tidak memperkeruh keadaan dengan asumsi-asumsi baru.
Second story. Still about Ka.
Mengenal Ka, aku belajar mensyukuri apa yang aku punya dan
aku jalanin dengan lebih real. Happy thoughts gak bisa dihindarin. Mungkin
karena aku lebih enjoy dan santai, aku jadi cenderung lebih bahagia. Ka
mengajarkan aku untuk bersikap ‘cuek’ sama apa pendapat orang ke kita. Ka bilang,
“Orang cuma tau aja, gak ngerasain. Atau kadang, hanya dari cerita aja, orang
lain langsung berasumsi. Jadi, gak usah cari tau. Gak usah mau tau.”
Ust. Hanan Attaki juga membahas hal kedua ini. Karena secara
gak langsung kadang penyampaian kita tentang sesuatu ke teman, justru bikin dia
gak tenang. Lebih baik tidak tau apa-apa dan husnudzan. Jadi energi kita bisa
dihabiskan untuk memikirkan hal-hal lain yang lebih positif.
Alhamdulillah, Allah gives me chance to know you, Ka. Thank
you!!♡ Let's be better together.
Komentar
Posting Komentar