Tentang si 'DIA'

Kemaren, pergi ke Taman Menteng sama 2 temen gue yang lain. Kalau cewe yang pergi, obrolan gak akan jauh-jauh dari masalah cowo. Ntah kalau cowo yang jalan
Mungkin, emang kalau kita lagi suka banget sama seseorang, rasanya dia itu kereeeeen banget. Walaupun kata orang lain enggak, tapi kata kita pasti iya. Jarang banget yang bisa langsung mikir realistis apalagi ketika baru banget suka sama orang itu. Well, honestly, gue juga ky gitu kok waktu pertama sadar gue suka sama Ressa. 

Terkadang, gue mikir, gue gak mau banyak cerita tentang Ressa ke temen-temen baru gue di sini. Besides, mereka gak kenal Ressa, gue takut kalau dibilang gimanaaa gitu. Toh, hidup di lingkungan yang baru pasti pengen punya kesan pertama yang bagus doong? *no offense* Jadi, dulu kalau gak ada yang mulai nanya, gue gak cerita tuh. Atau kalau gak ada yang ngangkat topik, gue gak cerita tuh. But, tetep aja karakter gue yang terbuka ini bikin gue seneng cerita banyak hal. Termasuk tentang si cowo satu itu -Ressa-.

Kemaren, yang pergi ke Menteng sama gue itu udah punya pacar juga. Dan, kenapa yaa rasanya kalau cerita selalu ada nada bangga di setiap kalimat yang terlontar. Serius! Ntah, kalau mereka nganggep ky apa. Tapi, gue mengakui, YA. Setiap lagi menggulirkan cerita tentang Ressa, selalu ada nada bangga dalam kalimat-kalimat gue. Kalau temen-temen gue yang udah kenal Ressa sih, pasti ngerti kenapa gue bangga sama dia tanpa perlu gue cerita panjang lebar. Nah, ini kan lingkungan baru. Dan mereka benar-benar gak kenal siapa dan seperti apa Ressa. Kadang, gue takut kalau cerita malah terkesan sombong atau gimanaaaaa gitu. Padahal, -InsyaAllah- bukan itu niat gue.

Gue baru buka blog adenya temen gue. Tepatnya, adenya salah satu sahabat gue. Dia baru punya pacar, tapi ternyata beda agama. Tadinya, menerut gue itu bukan suatu masalah loh. Tapi, setelah guru kimia gue pas SMA bilang 'ngapain sih sama yang beda agama. Kalau udah terlalu deket dan sayang kan repot jadinya. Bisa jadi urusan 2 keluarga tau.' Skeptis? Terdengar seperti memang iya, tapi, setelah dipikir dengan baik-baik. Omongan guru gue itu bener loh.. Apalagi dia termasuk guru senior.

Hem, kalau menurut gue, pacaran gue di saat udah kuliah ini bukan buat pacaran-putus-sakit hati-move on-cari gebetan-pacaran-sakit hati-putus-dst lagi. Bukan gue jadi sok serius atau gimanaaa. Gue tetep cewe dan kalau sakit hati plus mewek-mewek, jadi ada hal yang malahan terbengkalai. Tugas mungkin? Makan? Senyum? Ketawa? Bisa aja jadi males semua kan? 

Masa depan gue semakin dekat. Mau jadi apa gue nantinya? Sekedar aja nih jadi karyawan biasa? Atau ibu rumah tangga biasa? Bukan itu yang gue mau -dan gue yakin orang terdekat gue mau- Mungkin, akan lebih tepat ketika disebut fase 'untuk tidak mempermasalahkan banyak hal dan lebih mengenal karakter dia dengan logika dan realita'. Saat untuk berdo'a jika dia memang yang tepat semoga diyakinkan dan didekatkan. Dan jika dia bukan yang tepat semoga diberi jalan yang tepat. 

Semakin kesini, semakin banyak hal yang harus dipikirkan secara matang dan secara bijak juga pastinya. Bukannya, menjalin hubungan dengan seseorang itu harusnya bikin kita dan dia berubah menjadi semakin baik yah? Bukan hanya sekedar menuntut dsb. Bukan sekedar perhatian, romantis, dan perasaan yang ngalahin logika.

Selama hampir 4 tahun kenal Ressa, dan dekat sama dia. Banyak banget yang dia ajarin. Termasuk, pikiran-pikiran bijak dan cara melihat hal-hal dari sisi positif. Jadi, kalau gue cerita ke temen-temen gue tentang Ressa, yang gue sebut adalah 'Ressa mah..' 'Kalau Ressa..' Kenapa gak 'cowo gue..' atau 'pacar gue..' Karena, Ressa itu gak cuma pacar atau cowo gue.. Dia juga sahabat dan jauh lebih dari itu. Lagian, nama Ressa udah keren kok. Haha :p  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jakarta Pusat - Cikarang naik MOTOR!!

The Diary of Dajjal

Hujan!!